Minggu, 31 Mei 2009

Merek ala Warung Jenggo


MALAM kemarin saya dan seorang sahabat sempat nongkrong di Warung Jenggo. Untuk teman yang berada di luar Kaltim, perlu penjelasan singkat pengertian warung Jenggo. Karena warung ini hanya dapat ditemui di Kaltim dan Kalsel. Sebuah warung yang beroperasi hanya malam hari hingga menjelang subuh, dengan menu makanan yang dijejer sepanjang meja.
Warung jenggo bisa juga disebut sebagai warung kejujuran, karena makan dulu sepuasnya, bayarnya belakangan dengan cara menyebut apa saja yang sudah dimakan dan diminum, sementara si petugas warung menghitungnya dengan kalkulator.
Banyak keunikan dari warung ini. Lokasinya di kaki lima –-rata-rata di atas parit berlantai kayu, banyak nyamuk dan hanya diterangi lampu petromak, namun dikunjungi tak hanya konsumen bersarung, tetapi juga konsumen pengendara mobil mewah seri terbaru, dari remaja hingga nenek-kakek yang ditemani cucunya.
Menu makanannya beragam, mulai dari kue jajanan pasar, kacang tanah goreng dibungkus plastik, sate usus hingga nasi yang lauknya juga beragam; nasi kebuli dengan telur dadar diiris, nasi daging bistik dan nasi rendang. Ada juga pilihan mie instan –rata-rata mie rasa presiden—dan telur ayam kampung setengah matang. Minuman khasnya; STMJ alias susu telur madu jahe.
Warung tradisional dengan segala keunikan dan ke-khasannya ini tak bisa dipungkiri menjadi salah satu model bisnis dengan mengandalkan kekuatan merek. Pemilik warung setiap harinya menjual makanan yang diterima dari pemasok, yang tak lain adalah para pengusaha rumah tangga. Setiap jam 3 sore, para pemasok sudah mulai menitipkan makanannya untuk dijual. Beberapa warung jenggo pun dititipi jenis makanan yang sama. Dengan rasa yang sama, harga penjualan pokok (HPP) yang sama dan kemasan yang sama. Sementara pemilik warung hanya menyiapkan mie instan, telur ayam, susu, teh dan gula. Tak perlu modal besar. Yang diperlukan adalah kesiapan layanan untuk membuat warung laris manis.
Dari pengamatan saya, di Samarinda hanya ada 2 warung jenggo yang lebih menonjol dalam hal jumlah pengunjungnya. Warung pertama, yakni yang berada di depan Samarinda Central Plaza (SCP). Kedua, di dekat markas pemadam kebakaran atau bersebelahan dengan Planet Mini Market. Yang lainnya cenderung sepi.
Kenapa dua warung jenggo ini lebih ramai dibanding warung jenggo lainnya? Padahal makanan yang dijual sama saja satu dengan yang lainnya, karena dipasok oleh pemasok yang sama. Ternyata pemilik warung mencoba memberi nilai lebih pada warung jenggonya sehingga menjadi pembeda (diferensiasi) dibanding warung sejenis lainnya. Menurut si pemilik warung dalam perbincangan singkat dengan saya beberapa waktu lalu, pembeda dimaksud antara lain pada mutu makanan. Menurut dia, mereka sangat selektif memilih makanan yang dipasok. Makanan harus benar-benar baru, bukan makanan dua hari lalu yang digoreng kembali karena tidak laku dari warung jenggo lainnya.
Pembeda kedua, yakni pada kualitas rasa STMJ yang memang mereka olah sendiri. Si pemilik warung memberi takaran yang pas agar STMJ tidak terlalu cair, tidak terlalu pedas dan dengan air yang super panas. Namanya juga minuman pemanas tubuh, apa rasanya jika airnya hangat-hangat kukuh. Ini pula yang ditemui di sejumlah warung jenggo yang sepi pengunjung itu.
Hal lainnya adalah pada soal layanan yang harus cepat dalam menyajikan pesanan konsumen.
Akhirnya, diferensiasi yang dilakukan pemilik warung jenggo ini membuat mereknya lebih kuat dibanding pesaingnya. Selektif dalam kualitas makanan yang dipasok serta layanan yang cepat, menjadi pilihan positioning nya. Warung jenggo menjadi salah satu model bisnis merek. Ini karena si pemilik warung percaya, bahwa makanan yang ia jual boleh saja sama, dijual juga di warung jenggo lainnya, tapi ia harus lebih unggul dalam beberapa hal untuk menjadikan ia lebih dipilih dibanding warung jenggo lainnya; diferensiasi, positioning & brand. Pemilik jenggo ini sadar, merek itu penting! (*)

Tidak ada komentar: